(1)
"what The !" kesalku dalam hati yang sembari memandangi jam tangan Hermes limited edition yang kubeli diparis tahun lalu.
Kesal ! Bagaimana tidak ? Aku sudah bosan terpaku layaknya patung yang duduk sendirian di Starbuck caffe Bandara ini dan hampir berakar menunggu seorang lelaki entah berantah yang bahkan aku tak pernah bertemu sebelumnya.
"mama , Diana kesel ! Koq si Wildan itu belum nonggol-nonggol dari tadi, udah hampir tiga jam dan dua gelas kopi aku nungguin" ucapku di telfon dengan nada rendah.
"sabar ! Mungkin pesawatnya delay, intinya kamu gak boleh kabur, just stay there sayang, kalau kamu kabur, tahu sendiri hukumannya" jelas mama
"ya ya ya ... I know" balasku, lemas.
Hukuman ? Aku tak mau mengingat-ingat hal itu, aku lebih baik pasrah dan menerima saja apa yang menimpaku saat ini dibandingkan kan harus mendapat hukuman itu, apa kabar dengan karierku nanti, oh My god !
Hari Sudah hampir gelap, dan aku benar-benar sudah menjadi salah satu pusat perhatian di Caffe ini, bahkan ada beberapa orang yang mulai mengenali dan membicarakan aku, bahkan sampai ada juga beberapa orang yang menghampiriku dan meminta berfoto denganku.
fikirku benar-benar teramat kacau, emosi ini semakin membelenggu seisi nafsuku dengan sempurna, namun apa daya aku harus tetap terlihat santai, tersenyum, rileks, dan nyaman "As always"
"Diana Casandra !" tanya seorang lelaki bertubuh kekar kira-kita berumur 28 tahun, bergaya casual modis, berwajah sedikit oriental, berambut jambul tipis dan berbebankan sebuah koper berukuran besar berwarna hitam itu.
"iya" balasku dengan tersenyum sembari kurapihkan poni dan rambutku dan bersiap-siap memasang senyum dahsyat untuk berfoto
"mau foto bareng yah Mas, silahkan duduk disamping saya"
"oh bukan ... Aku ..."
"udah jangan malu-malu sini Mas duduk di sampingku, ayo keluarkan HPnya " tanpa basa basi aku menarik tangannya dan tak lama kemudian dia sudah duduk satu sofa denganku.
aku memang terkenal ramah, harus ramah lebih tepatnya, imageku populer dengan keramahan,kecantikan,keseksian dan tentunya kemampuanku dalam bernyanyi yang tak bisa diragukan lagi.
Sebuah Jepretan foto pun terabadikan di sebuah HP canggih milik lelaki yang lumayan keren itu, kurasa dia salah satu fans yang berkasta lumayan, Aku memandang lelaki itu dengan detail, tampan juga, mungkin menurutku dia pantas menjadi seorang bintang film atau bahkan menjadi model dalam video clipku kelak dari pada sekedar menjadi Fansku.
"kamu salah menilaiku Diana, aku jelas bukan Fansmu , aku Wildan!" tukas lelaki itu sembari menatapku tajam .
"Wildan Hardie ? From Singapore ?" tanyaku , melohok dengan nada shock.
"yes , ME ! Your future husband !" balasnya dengan senyum teramat lebar.
•••
Sepanjang perjalanan pulang aku tersenyum ramah dan memasang wajah seperti biasanya, kulihat Pak sopir memang mengenali siapa aku,
dia sesekali mencuri-curi pandang padaku di kaca spion utama.
Kutahan jiwa anarki ku pada pria menjemukan dan sok keren yang tepat duduk 15cm disampingku ini, sungguh tanpa dosa, dia sesekali melihatku dengan senyumnya yang menjijikkan itu.
"Who are you ? Gue nungguin loe hampir 4 jam kayak orang bego !" marahku, dan emosiku mulai memuncak tak terbelenggu ketika Taxi sudah melesat keluar dari zona amanku .
"Whats wrong with you ? Are you Crazy ?"
Kurasa bentakku terdengar hingga dalam rumah, tanpa lama mama dan papa sudah melesat menghampiriku dengan gugup dan tak heran melihat tingkahku yang meluap-luap seperti saat ini.
"Diana , sopan sama calon suamimu sayang , jangan kasar begitu" tukas mama sembari memandangku dengan wajah setengah marah.
"masuk kedalam! Marah-marah diluar rumah , kalo ada wartawannya bisa hancur karier kamu !" tambah Papah dengan mata hampir loncat dari tempatnya.
Melihat tingkah kedua orang tuaku , aku semakin tak kuasa untuk marah dan semakin benci dengan pria bernama "Wildan Hardie" yang sedang melongok heran didepanku .
•••
Belum aku merasa nyaman untuk sekedar bersandar di kasurku mama sudah mengetuk pintu kamarku dan memintaku untuk bicara dengannya.
Tolong jangan ingatkan aku dengan hukuman itu, aku pasrah, aku menyerah aku setuju akan apapun yang kalian inginkan, tolong . "Kumohon ..."
"Diana ! jangan sekali-sekali melakukan hal bodoh itu lagi , kamu ingat siapa dia kan?"
Aku hanya bisa mengangguk dan mengeratkan pelukku pada boneka sapi kucel Ku yang tak Kuingat lagi sudah berapa umur boneka ini, tapi hanya dialah satu-satunya sahabatku di rumah ini, boneka sapi si teman sejatiku.
"mama harap kamu mengerti , cuma kamu anak mama satu-satunya , mama ingin yang terbaik untukmu"
"iya mama , Diana ngerti !"
Mama tersenyum melihatku, mungkin dia teramat bahagia dengan ucapanku tadi, ya ! Terlihat raut tenang diwajahnya.
"Diana ngantuk , cape ! Boleh Diana tidur Ma "
Mama mencium keningku dengan senyuman,lalu melesat keluar dari kamarku.
(2)
pagi yang cerah di hari Minggu, kubuka jendela kamarku dengan ceria, terbayang banyaknya rencana-rencana indahku hari ini. bagaimana tidak setelah kemarin aku disibukkan dengan "pria sok keren"itu, hari ini aku ingin membahagiakan diriku dengan melampiaskan rasa kangenku pada kekasihku. Ya pacarku "Ardian Mananta"
Kunyalakan smartphoneku , tak heran dan seperti biasanya Ardian sudah mengirimku sebuah pesan di Blackberry messengerku, sudah menjadi ritual sehari-hari memang komunikasi By BBM ini memang sesuatu yang wajib.
Bahagiaku di pagi ini, Ardian memang teramat romantis, kurasa sosok lelaki sempurna memang ada padanya, sudah tampan, kaya, mapan, baik, romantis, aktor terkenal pula, dia tidak memiliki kekurangan, sama sekali tidak.
"ohhh ardiankuuu..." celetukku, sembari mendekapkan smartphoneku tepat di atas dada kiriku. Fikirku terbang melayang, membayangkan wajahnya, tingkahnya, segala memori-memori saat bersamanya.
"ekhem , yang lagi Happy ..." tiba-tiba suara batuk buatan dan kata-kata terdengar ditelinga kiri dan teramat dekat.
Kagetku ketika menoleh ! Sesosok lelaki setengah naked tanpa baju ini tiba-tiba saja ada disampingku. Sontak aku teriak dan menendangnya nya dengan spontan, aku seperti bagaikan melihat seorang aktor laga berbadan kekar kotak-kotak berotot kuat yang siap mencekal mangsanya.
"aww aww thats hurt !!" suara keluh sakit pria setengah bugil yang tergeletak dilantai dan persis disamping kasurku.
"gila ! Cowok edan ! Loe mau perkosa gue !" Tanyaku cepat, tegas dan dengan mata melotot tajam penuh benci.
"Dih , pede !" bangkitnya sembari mengelus perut sixpacknya yang kesakitan karena terkena tendangan super .
"terus ? Ngapain ke kamar gue dengan setengah bugil dan gak ketuk pintu dulu, cowok berengsek!"
" I just want to tell you , om dan tante sudah menunggu nona cantik di ruang makan" jawabnya dengan lemah.
"dan kenapa loe setengah bugil?"
"saya kalau tidur memang tidak suka pake baju, tadi tante sesudah membangunkan Ku, dan dia menyuruhku membangunkan mu, lalu saya lupa memakai baju, kebiasaan seperti ini ! sudah jelas belum Gadis artis Ku ?"jelas Wildan .
"KELUUUAAAAAAAAAR!!!"
•••
Selera makanku tak lahap seperti biasanya, nasi goreng yang kukunyah ini seperti serasa aku sedang mengunyah biji buah kedongdong. Apalagi melihat wajah sok keren pria aneh menjengkelkan yang tepat duduk didepanku ini. membuat moodku rusak berantakan saja, apalagi jika mengingat kejadian dia tadi yang tiba-tiba muncul setengah porno dihadapanku. "Horror"
"Sayang, mama dan papa nanti malam mau pergi ke Bandung sampe Minggu depan, mau bertemu dengan Keluarga om Burhan sekalian ngomongin jadwal pernikahan kamu sm Wildan, jadwal nyanyi kamu biar sementara Wildan yang urus ya" ucap mama, sembari memandangku dengan ceria.
"iya , biar calon suamimu ada kegiatan dijakarta dan tahu pekerjaanmu Diana" tambah papa , lalu memalingkan wajahnya dengan senyuman kearah lelaki itu "iya kan nak Wildan?"
"betul om, dengan senang hati, saya akan menjaga gadisku dengan baik" jawab Wildan yang setengah mengoda.
"pingin muntah gue lama-lama" cetusku, dan meraih segelas air putih lalu pergi meninggalkan suasana makan pagi menjijikkan itu.
•••
Sekitar pukul 8 malam tadi mama dan papa pamit padaku untuk pergi ke Bandung ditemani Pak Tarman, si supir keluarga. Sungguh malangnya nasibku, mungkin ketika mereka kembali kerumah dan nanti membawa kabar pasti pernikahanku Akhirnya status Single ini tak lama lagi akan berakhir. andai saja tak ada perjanjian itu, mungkin kisah cintaku tak akan sedramatis ini. "maybe"
"mbok Darmi lagi pulang kampung, selama mama dan papa gak ada di rumah urus sendiri segala kebutuhanmu!"tukasku sembari berjalan melewati Wildan yang asik menonton TV kabel.
"mau kemana kamu sudah dandan dan pakai high heels segala?" tanyanya, melotot.
"bukan urusan loe! Gausah ikut campur !"
Wildan melesat berlari kearah pintu dan mengacuhkan tontonanya, aku terperanjat, disertai rasa takut yang tiba-tiba muncul karena teringat kejadian gila di pagi hari tadi.
"tidak bisa! Kamu tidak ada jadwal nyanyi malam ini dan saya sebagai calon suamimu tidak mengizinkanmu pergi tak jelas!" sergah Wildan, dan langsung mencabut kunci dari lubang pintu dan menyimpannya disaku celananya.
"loe gila ! Gue mau ketemu pacar gue.." bentakku.
"you have a boyfriend ? Just broke up , kamu milikku mulai saat ini"
"GILA! Balikin kuncinya gak?"paksaku.
"NO!" lelaki itu berteriak dengan menyeramkan.
Sudah kelewatan, aku mulai geram akan tingkahnya, sudah sangat membuatku kehidupanku sengsara. Kuraih handphoneku di dalam tas LV vintage favoritku, akan kuadukan tingkahnya pada mama dan papa.
"halo ... Mam! "
Belum sempat aku berbicara panjang lebar Wildan mengambil Handphoneku dan membuangnya ke kolam renang yang tepat berada tak jauh dari ruang televisi .
"LOE GILA!" teriakku , sembari menjauh dari sesosok mahluk besar itu.
Aku shock, baru pertama kali aku mendapat perlakuan sekasar ini dari seorang lelaki, dan air mata pun mulai menetes tanpa kusadari. Aku berlari menuju kamarku dengan cepat, melihat tingakah lelaki memuakkan itu sungguh membuat aku teramat kesal disertai rasa takut dan kecewa.
•••
"boleh saya masuk, saya ingin menjelaskan sesuatu"
Suara Siapa lagi itu jika bukan Wildan si lelaki kasar dan aneh yang berada dibalik pintu kamarku, mau apa dia sekarang, setelah melarangku bertemu dengan Ardian, membuang smartphoneku, sekarang mau apalagi dia ?
"saya harap kamu mengerti, saya melakukan ini untuk kebaikan kamu"
Kebaikan? Kebaikan macam apa, non sense.
"gadisku, buka pintunya"
Gadis, ya saat ini aku masih seorang gadis, tapi tak lama lagi mungkin aku tak menyandang itu lagi, aku sudah tak gadis lagi, dan itu semua karenamu, kamu yang akan merenggut predikat gadisku.
Andai mama dan papa dulu tak membuat persetujuan seperti itu, mungkin saat ini aku tak akan sesediih ini, seterpuruk ini, mungkin hidupku dan karierku dan berjalan mulus, aman dan hidupku bahagia.
(3)
Manusia memang pintar, mampu menciptakan bahan-bahan seajaib ini. aku pun terkadang masih tergerak-heran, memang aku sudah dilahirkan cantik, banyak orang yang memuji begitu, namun alat ajaib atau make-up kit ini semakin membuatku bersinar, bahkan membuatku takjub akan diriku sendiri.
"semalem kamu nangis yah?" tanya Molly, si make-up artis profesional.
"koq loe tau?" balasku sembari memperhatikan wajahku di cermin besar didepanku.
"sembab banget nih matanya, harus double foundation dibagian mata!"
"iya, semalem gue disiksa cowok psyco! Mol" jawabku, pasrah.
"ah ngarang kamu ! Eh btw, itu calon suami km yang tante Mer suka ceritain ya?"tanya Molly sambil hati-hati memoles alat ajaib di daerah mataku.
"bukan! Gue belum punya calon suami, omongan nyokap gue jangan dianggap serius!"
"tapi dia oke juga loh, sempurna bgt ! Udah ganteng, tinggi, keren, ahh perfecto..." puji Molly , sambil melihat ke arah Wildan yang sedang duduk menunggu didekat pintu keluar ruangan make-up.
3 jam sudah aku merias wajahku, sudah menjadi hal biasa ketika aku bernyanyi. make-up, outfit dan hair do selalu kutampilkan dengan sempurna.
aku bernyanyi dengan ciri dan gaya khasku, aku memang dikenal "sexy" dan sedikit "nakal" padahal aku hanya menyesuaikan konsep lagu saja, untuk image pun itu management Ku yang membentukku menjadi sebuah Brand yang dikenal seperti sekarang ini.
Kenikmatan dalam pekerjaanku adalah ketika Aku mendengar Fans-Fansku meneriakkan namaku ketika aku sedang bernyanyi, bahkan banyak wartawannya yang memotretku tanpa izin dan membuat berita sesuka hati, ada juga fans fanatik yang mencariku sesudah manggung demi mendapatkan tanda tanganku. "Yes thats My life , As a star"
"kamu cantik dan amazing sekali malam ini !" celetuk si lelaki kasar itu sembari membantuku turun dari panggung.
"jadi maksud Loe kemaren-kemaren gue buruk rupa , HAH !" jawabku ketus dengan nada sedikit ditekan keras. Dan mencoba tetap stay cool dengan highheels super tinggi ini.
"No , Aku sadari kamu cantik , sejak kita ..."
Sekejap wartawan beriringan menyerbu dan mengerubungi Ku, aku tak mendengar lagi apa yang dikatakan Wildan padaku, bagiku omongannya hanya kosong, sekosong otaknya yang semena-mena memperlakukan aku dengan kasar.
"Freak!"
•••
Kutatap wajah itu dengan seksama dan tajam, seketika ucapan Molly tentang lelaki yang sedang menyetir disampingku ini melintas tanpa kuundang.
"baru sadar saya tampan?" celetuk Wildan sembari melihatku sesekali dan tersenyum seperti biasanya, seperti sejak pertama aku berjumpa dengannya di bandara.
"males gila" balasku, lalu kubuang pandanganku ke arah jalanan didepanku.
"saya tahu, kamu mulai menyukai saya, buktinya kamu memandang dengan begitu tajam" tambahnya lagi, dan dengan senyuman andalannya lagi .
Lalu Hening menyelimuti selama perjalanan dari salah satu stasiun TV swasta menuju arah rumahku di daerah Pondok Indah.
Wildan masih sesekali senyum-senyum sendiri seperti orang gila, aku merasakannya, meski aku tak menatapnya secara langsung, pasti akan sangat memuakkan dan membuat lelaki ini besar kepala.
"kita sudah sampai Gadis Artisku "
Wildan membukakan pintu mobil, dan seolah menjadikan aku ratu semalam yang maha cantik, dan aku seketika sempat terpesona akan tingkahnya.
"kenapa loe setuju buat merit sama gue, emang selama loe disingapore loe gak punya pacar?"
"itukah pertanyaan yang harus kamu lontarkan ketika kubukakan pintu untukmu. please just say thanks , itu cukup"
Menyesal aku bertanya, menyesal aku bersikap biasa saja padanya, dia membuatku malu dan memerahkan pipiku disertai rasa gondok.
"thanks, dan gue cuma nanya ! Gak lebih dan gausah dibahas lagi" kesalku, selalu.
"thats too heavy for tonight "
Raut mukaku mulai berubah menjadi musam, entah mahluk macam apa si Wildan ini,terkadang membuatku terpesona, tapi terkadang membuatku teramat murka.
•••
kenapa aku mulai susah untuk tidur, kenapa otak ini teringat kejadian porno dipagi hari, smartphone yang dilempar ke kolam renang, dan pintu mobil yang dibukakan untukku?
"ARGHHH !! Bisa gila gue ..." gerutuku sembari menghapus make-up.
Mungkin karena perutku yang terus bernyanyi yang membuatku susah untuk tertidur, dan make-up yang masih ON meski sudah hampir 8jam menempel. aku semakin tidak karuan, jam dinding dikamarku menujukkan pukul 1 pagi, sedangkan perutku benar-benar Terus mengganggu.
"saya lapar, buat kan saya makan" sahut suara seseorang yang kukenal betul dibalik pintuku.
Aku semakin menggerutu, aku memang sedang lapar, tapi rasa kesalku padanya melebihi rasa laparku.
"kamu tega melihat calon suamimu terkapar kalaparan didepan pintu kamarmu" tambahnya lagi , merengek manja.
"delivery aja ! Gue ngantuk" balasku , sembari aku membaringkan badanku di atas kasur empukku.
Aku menahan rasa laparku, sungguh ! Jika mengingat kerjadian- kejadian bersamanya tadi, semuanya membuatku hilang kendali.
"PRANG !!" suara seperti piring pecah parau terdengar ditelingaku , apa yang terjadi didapur ? ah mungkin hanya kucing , fikirku .
aku menutup mataku dan menahan gengsiku untuk menahan lapar karena enggan bertemu dengan si pria kasar itu , tapi lama kelamaan rasanya percuma aku memaksa menutup mata sedangkan perutku tersiksa .
dengan hati2 dan senyap seperti maling aku melangkahkan kakiku keluar kamar menuju dapur .
"OH MY GOD !"kagetku dalam hati ! terlihat sangat amat jorok dapurku yang lebih mirip dapur umum dan menjijikan , terlihat piring pecah, sendok berhamburan dan , tumpahan kecap serta saos berececeran dilantai .
"akhirnya kamu keluar juga" sahut suara itu .
aku membalikkan badanku menuju arah suara itu , suara Wildan .
"kamu lapar?"tanya wildan sembari tersenyum padaku .
"ah tidak aku hanya mau cek,ada keributan apa pagi2 buta dirumahku"
"kamu kalau lapar bilang saja , aku sudah memasak omlet dan kusimpan di tas meja makan"
bingungku , daripada aku mati kelaparan alangkah tidak etisnya .
terpaksa tanpa kuingat rasa malu aku sudah terduduk dimeja makan, perut ini benar-benar memalukan dan tak bisa berkompromi dengan gengsiku. kulihat senyum itu seolah puas memandangku yang seperti senang melihat kekalahan rasa marahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar